Anto Sepeda namanya.
Sebenarnya, itu bukan nama aslinya. Hanya saja, aku suka memanggilnya dengan nama itu. Tidak ada yang pernah tahu siapa nama nya karena ia sendiri tak tahu.
Mengapa Anto Sepeda?
Menurutku, nama Anto mencerminkan seorang yang berperawakan tinggi dengan kulit legam. Tubuhnya kering laksana daun di musim gugur. Namun, aku tahu semangatnya tak akan pernah sekering tubuhnya. Semangatnya dalam mengayuh sepeda yang ia yakini adalah teman sejatinya.
Ia tak pernah dapat berbicara dengan baik karena ia menderita gangguan jiwa. Namun, aku yakin kata-kata yang sering ia ucapkan kepada sepedanya adalah rangkaian terbaik yang bisa diberikan.
Sejak ku kecil, ia telah menyita perhatianku. Ia selalu melintas di depan rumahku dengan mengayuh sepeda bututnya. Aku bertanya pada Bunda, "Bunda, siapa kakak yang selalu tersenyum riang itu?". "Bunda tak tahu namanya, nak. Ia yatim piatu yang tinggal di kampung belakang", jawab Bunda. Hatiku terenyuh mendengarnya. Bukankah yatim piatu berarti tak lagi mempunyai ayah ibu? Siapa yang memberinya makan? Siapa yang mengusap tangisnya? Siap yang memangkunya sambil melihat bulan di malam hari seperti yang sering kulakukan bersama Ayah dan Bunda? Kasihan sekali.
Di saat anak-anak lain sibuk menimba air ilmu yang marifat, ia sibuk dengan sepedanya.
Di saat anak-anak lain tertawa bermain bersama, ia pun tertawa dengan sepedanya.
Di saat anak-anak lain menangis karena hasil ujian yang jelek, Anto tak menangis. Anto tak pernah menangis. Walaupun, ku yakin jika saja ia sehat, hatinya bisa saja remuk. Ia selalu tersenyum dan tertawa.
Waktu berlalu dan tiba saatnya ku harus meninggalkan kampung halaman untuk menuntut ilmu. Perlahan, Anto Sepeda pun mulai lenyap di benakku.
7 Tahun berlalu.
Tabligh Illah berkumandang disertai iringan langkah-langkah insan. Ini hari raya. Hari yang suci.
Setelah selesai melaksanakan ritual, kusempatkan diri ini menjajagi desa yang telah lama kutinggalkan.
Tiba-tiba, melintaslah seorang lelaki yang ku kira umurnya tak jauh dariku. Syaraf di otakku serasa stagnat, bukankah itu.. Anto? Anto Sepeda? Ya, ku yakin ia Anto. Ia masih setia dengan sepedanya. Walaupun tubuhnya telah menjulang, jakun terselip dikerongkongannya, dan kumis tipis mulai terlihat tumbuh.
Masih saja senyum nya terkembang. Senyum yang begitu ikhlas menyiratkan bahwa ia menerima dirinya yang tak dapat merangkai kata, ia menerima dirinya yang hidup dalam kesunyian, ia menerima hidupnya yang seorang diri. Bahkan, senyum itu pun seperti berkata, "Hidupku adalah sepedaku. Hanya ia yang mengerti ku. Hanya ia yang tahu mimpiku. Hanya ia sandaranku."
Anto, semoga langkah mu yang selalu tegap saat menuntun sepedamu dapat ku tiru dalam meneruskan suratanan takdir ini.
Anto, semoga kesetiaanmu terhadap sepeda tua itu dapat ku tiru dalam menjalankan kehidupanku.
P.S.: Kepada seorang laki-laki yang gemar bersepeda dari fajar hingga petang, ini adalah sebuah karya yang ku persembahkan untukmu. Walaupun tak seindah senyum tulusmu namun ku tulus menyampaikannya.
15 tahun yang lalu
9 komentar:
wah..........
keren banget cerpennya na????
makasi ya firda sayang :)
aku dapet inspirasi dr tetangga aku yg autis dan yatim piatu. Kerjaannya main speda terus. ya,80% ini kisah asli..
waahh . . .
'nong pinter nulis . . .
LANJUTKAN.
jangan lupa comment di blog aku ya say.
ntar aq kash nma anaq qu
alice atau helga dech...
biar anaqna manis n suci
kyk aq...
hehehehe...
ujuifikdfr
keren na..
pemilihan kata-katanya bagus..
salam buat anto ya,na..
tetap semangat menjalani hidup ini seperti semangat anto dalam mengayuh sepedanya! :)
@Vi: haha.iya dong ;P aku buat prosa ini teh pas lagi nyoba ngerjain soal excel itu.kn stres akhirnya ak iseng aja ngetik2 kyk gini smbl nonton Take Me Out.haha
@dilla: boleh2..amin..
@dewy: knp wi? bingung?
@kiki: hmmh,pasti Anto seneng deh kalo disalamin..tpi sayangnya dia ga ngerti..walaupun begitu dia ttep senyum loh :)
seriuuss... autis??!!
ak kira ini crita nya Oemar Bakrie!!
kh..
sah iia.
two thumbs up buat cerpennya!!
:)
(bebel)
serius..hmhh..makasii shin2 :)
Posting Komentar